BAB I
PENDAHULUAN
Manusia sebagai hamba Allah adalah
satu-satunya makhluk yang paling istimewa diantara semua makhluk-Nya yang lain.
Disamping dikaruniai akal dan pikiran, manusia ternyata adalah makhluk yang
penuh dengan misteri dan rahasia-rahsia yang menarik untuk dikaji. Misteri itu
justru sengaja dibuat Allah Swt. agar manusia memiliki rasa antusias yang
tinggi untuk menguak dan mendalami keberadaan dirinya sebagai ciptaan Allah,
untuk kemudian mengenali siapa pencipta-Nya.
Dalam kaitanya dengan hal tersebut,
ada seorang filosof yang sangat mendewakan akal dalam menghadapi setiap
kehidupan yang ada di hadapannya, dia mendewakan akal secara berlebihan. Jika
dia dikatakan seorang muslim maka dia bukanlah seorang muslim yang sempurna
disebabkan ketidakpercayaannya kepada wahyu dan kenabian. Akan tetapi ia
dikenal sebagai seorang rasional murni dan sangat mempercayai akal, bebas dari
prasangka serta terlalu berani dalam mengeluarkan gagasan filosofinya. Dia
dikenal dengan nama “Ar Razi”.
Untuk itu, makalah ini secara
sistematis akan membahas tentang Ar Razi yang sangat mendewakan akal dan tidak
percaya kepada wahyu serta kenabian, untuk memfokuskan pembahasan, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Siapakah
Ar Razi sebenarnya itu ?,
2.
Apa saja
pokok – pokok pikiran ar razi tentang filsafatnya ?
3.
Bagaimana
pemikiran ar razi tentang kenabian ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Al-Rozi
Nama lengkapnya
adalah Abu Bakar Muhammad ibn Zakaria ibn Yahya Al-Rozi lahir di Rayy, suatu
kota di Teheran, pada tanggal 1 sya’ban 251 H/ 856 M. Pada masa mudanya ia
menjadi tukang intan, penukar uang atau mungkin sebagai pemain kecapi. Awalnya
ia meniggalkan musik untuk belajar al-kimia kemudian ketika berumur 30, ia
meninggalkan al-kimia, karena matanya terserang penyakit akibat eksperimen yang
di lakukannya. Itulah yang menyebabkan ia mencari dokter dan obat-obatan bahkan
ia mempelajari ilmu kedokteran. Ia belajar ilmu kedokteran belajar dari ‘Ali
ibn Rabban Al-Thabari, beliau adalah seorang dokter sekaligus filosof.
Al-Rozi pernah
menjabat sebagai direktur rumah sakit di kota kelahirannya (rayy). Kemudian
juga direktur rumah sakit di bagdad. Ia terkenal di barat dengan nama Rhazes
dan buku-bukunya tentang kedokteran. Karanganya yang terkenal “tentang cacar
dan campak” yang di terjemahakan dalam berbagai bahasa di Eropa. Sepulangnya
dari bagdad, ia kembali ke Rayy dan di sana ia mempunyai banyak murid. Sebagai
mana yang di tuturkan al-Nadim dalam fihrist, bahwa al-rozi kemudian menjadi
syekh “dengan kepala besar menyerupai karung” yang di kelilingi oleh banyak
murid.[1]
Selain sebagai
ahli dalam ilmu kedokteran Al-Razi memiliki cara berfikir dan pendapat yang
berlainan dengan filusuf-filusuf Islam lainnya, dan perbedaaan yang paling
ekstrim yang dimiliki Al-Razi adalah tidak mengakui adanya wahyu dan adanya
nabi. Dengan tidak mengakui sumber-sumber pengetahuan lain seperti wahyu dan
adanya nabi maka tidak heran kalau karya-karyanya lebih banyak mendapat kecaman
dari pada dipelajari oleh filusuf-filusuf islam yang lain
Al-Rozi adalah
orang yang murah hati, sayang pada pasien-pasiennya, dermawan pada orang
miskin, karena itu ia memberikan pengobatan dengan sepenuhnya tanpa meminta
bayaran sedikitpun. Jika tidak bersama paisen atau muridnya, ia selalu
menghabiskan waktunya untuk menulis dan belajar,. Mungkin ini yang menyebabkan
penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya ia menjadi buta. Ada yang
mengatakan bahwa sebab kebutaanya ialah karena banyak makan buncis (Baqilah).
Penyakitnya bermula pada rabun dan akirnya menjadi buta sama sekali. Ia pun
menolak untuk di obati, dan mengatakan bahwa pengobatan itu akan sia-sia
belaka, karena sebentar lagi ia akan meninggal dunia. Beberapa hari kemudian ia
meninggal dunia pada tanggal 5 sya’ban 313 H/ 27 oktober 925 M.[2]
B. Pokok –
pokok pikiran Ar razi
-Metafisika
Ajaran Filsafat al Razi dikenal dengan istilah ajaran lima yang kekal , Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya “filsafat dan mistikisme dalam islam” menjelaskan tentang lima ajaran kekal tersebut, antara lain :
Ajaran Filsafat al Razi dikenal dengan istilah ajaran lima yang kekal , Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya “filsafat dan mistikisme dalam islam” menjelaskan tentang lima ajaran kekal tersebut, antara lain :
1) Allah (
al-Bari ta’ala) Tuhan pencipta yang maha tinggi dan maha sempurna.
Allahlah yang menciptakan dan mengatur seluruh Alam, Allah menciptakan Alam bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada, karena itu alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama kekal sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaan tuhan,
Allahlah yang menciptakan dan mengatur seluruh Alam, Allah menciptakan Alam bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada, karena itu alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama kekal sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaan tuhan,
1. Paham yang mengatakan alam semesta ini ada dari yang
tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya,
2. Alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti,
3. Alam semesta ini ada yang menciptakannya
Tuhan, karena
kebijakan tuhan itu maha sempurna. Keidaksengajaan tidak dapat di sifatkan
kepada-Nya. Kehidupan berasal darinya sebagaimana sinar datang dari matahari.
Ia mempunyai kepandaian senpurna dan murni. Tuhan mencitkan sesuatu, tiada bisa
menandingi-Nya, dan tak sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya
2) Roh
(An-Nafsul kuliyyah )
Roh atau jiwa
adalah merupakan sumber kekal yang kedua, hanya saja ia tidak seMaha dengan
Tuhan, karena ia terbatas dan tentu saja dengan keterbatasannya itu membutuhkan
Tuhan. Hal itu terlihat ketika jiwa, tertarik dengan materi
pertama yang juga kekal. Untuk memenuhi hal itu, Tuhan membantu jiwa dengan
membentuk alam ini (termasuk manusia) melalui materi pertama dengan susunan
yang kuat, sehingga jiwa dapat mencari kesenangan didalamnya. sekaligus
melengkapinya dengan akal agar ia tidak memperturutkan hawa nafsu
3) Materi (
Al-Hayulal Ula)
Materi merupakan apa yang bisa ditangkap dengan panca indra tentang
benda, ia adalah substansi yang kekal, terdiri dari atom-atom. Menurut Al-Rozi
kemutlakan materi yang pertama terdiri atas atom-atom. Setiap atom mempunyai
volume, kalau tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu tidak dapat di
bentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk
atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin
menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Apa yang lebih padat menjadi
unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa
yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi
menjadi unsur
Al-Rozi memberikan dua bukti untuk memperkuat pendapatnya
tentang kekekalan materi. Pertama, penciptaan adalah bukti; dengan demikian
penciptaan itu mesti ada penciptanya. Apa yang telah di ciptakan itu ialah
materi yang terbentuk. Tetapi, mengapa kita membuktikan bahwa pencita ada
terlebih dahulu dari apa yang di cipta ? dan bukannya yang di ciptakan itu yang
lebih dulu ada ? bila benar bahwa wujud tercipta (lebih tepat: di buat
(masnu’)) di sesuatu dari kekuatan agen, maka kita dapat mengatakan, apabila agen
ini kekal dan tak dapat di ubah dengan kehendak-Nya, maka yang menerima tindak
kekuatan ini tentu kekal sebelum sebelum ia menerima tindak tersebut. Bukti
kedua, berlandaskan ketidakmungkinan penciptaan dari ketiadaan. Penciptaan,
katakanlah, yang membuat suatu dari ketiadaan, lebih mudah dari pada
menyusunnya. Diciptakannya manusia oleh tuhan sekejab lebih mudah dari pada
menyusun mereka dalam empat puluh tahun, Ini adalah premis pertama. Pencipta
yang bijak tidak lebih menghendaki melaksanakan apa yang lebih jauh dari
tujuan-Nya dari pada yang lebih dekat, kecuali apabila dia tidak mampu
melakukan apa yang lebih mudah dan lebih dekat. Ini adalah premis kedua.
Kesimpulan dari premis-premis ini adalah bahwa keberadaan
segala sesuatu pasti disebabkan oleh pencipta dunia lewat penciptaan dan bukan
lewat penyusunan. Tetapi apa yan kita lihat erbukti sebaliknya. Segala sesuatu
di dunia ini di hasilkan oleh susunan dan bukan oleh penciptaan. Bila demikian
maka, ia tidak mampu menciptakan dari ketiadaan, dan dunia inni wujud melalui
susunan sesuatu yang asalnya adalah materi.[3]
4) Ruang
(Al-Makanul Mutlaq)
Menurut al-Razi, ruang adalah tempat keberadaan
materi, kalau materi dikatakan kekal maka dia membutuhkan ruang yang kekal
pula. Menurut Ia
ruang tu ada dua macam, yaitu: ruang universal atau mutlak, dan ruang tertentu
atau relatif. Yang pertama tak terbatas, dan tidak bergantung kepada dunia dan
segala yang ada di dalamnya. Kehampaan ada dalam ruang, dan karenanya, ia
berada dalam materi. Sebagai bukti dari ketidakterbatasan ruang, al-iransyahri
dan al-rozi mengatakan “bahwa wujud yang memerlukan ruang tidak dapat maujud
tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa adanya wujud tersebut. Ruang
tak lain adalah tempat bagi wujud-wujud yang membutukan ruang. Yang berisi
keduanya, yaitu wujud atau bukan wujud. Bila wujud, maka ia harus berada di
dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang atau tiada ruang, maka ia
adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud, ia berarti ruang. Karenannya ruang
itu tak terbatas ila orang berkata bahwa ruang mutlak ini tak terbatas, maka
ini berarti bahwa batasannya adalah wujud. Karena setiap wujud itu terbatas,
sedang setiap wujud berada di dalam ruang, maka ruang sebagaimanapun tak
terbatas, yang tak terbatas itu adalah kekal, karenanya ruang itu kekal. Sedangkan
ruang tertentu (relatif) adalah sebaliknya.j
5) Waktu
(Az-Zamanul Mutlaq)
Zaman, karena materi berubah-ubah keadaanya, dan
perubahan menandakan zaman, maka zaman itu meski kekal pula kalau materi kekal.
Zaman (waktu) merupakan substansi yang mengalir (jauhar yajri). Al-Rozi
menentang mereka (aristoteles dan pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu
adalah jumlah gerak benda, karena jika demikian maka tidak mungkin bagi dua
benda yang bergerak dalam wakt yang sama dengan dua jumlah yang berbeda.
Al-Rozi membagi waktu menjadi dua macam , yaitu; waktu mutlak dan waktu
terbatas (mashur). Waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dhar), ia kekal dan
bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari
dan bintang-gemintang.Bila anda berfikir tentang gerak keberlangsunga,maka anda
dapat membayangkan waktu mutlak dan ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak
pola bumi, berarti anda membayangkan waktu terbatas
Al-Rozi membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman
terbatas aitu di antaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt, time).Yang pertama
kekal dalam arti tidak bermula dan tak terakhir, dan yang kedua di sifati oleh
angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal tersebut dalah perlu:
kesdaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; ia berkaitang dengan ruang,
karena itu harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya merupakan kekhasan
waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang sekarang, dan jarena waktumaka ada
kekonoan dan ada kebaruan, adanya kelebihtuaan dan ad ayang kelebihmudaan;
karenannya waktu itu perlu. Dalam kemaujudan terdapat kehidupan karena iru
mesti ada ruh. Dan dalm hal ini; mesti ada yang di mengertidan hukum yang
mengaturnya harus sepenuhnya sempurna; karena itu, dalam kenyataan ini harus
ada pencipta yang bijaksana, mahatau, melakukan segala sesuatu sesempurna
mungkin, dan memberikabn akal sebagai bekal mencari keselamatan.
Menurut
al-Razi, dari lima yang kekal itu ada dua yang hidup, dan aktif atau bergerak
yaitu Tuhan dan Jiwa atau Roh, satu darinya tidak hidup dan pasif yaitu materi,
dan dua lagi yang tidak hidup, tidak bergerak dan tidak pula pasif yakni ruang
dan waktu. Filsafat al-Razi sebenarnya diwarnai oleh doktrinnya
tentang lima ajaran tentang kekekalan tersebut dan kelima hal inilah yang
merupakan landasan ajaran Filsafat yang dibawa oleh al-Razi.
-Moral
Terkait dengan
filsafat al-Razi tentang moral, dalam bukunya “al Thib al Ruhani dan al Sirah
al Falsafiyyah” al-Razi memiliki pandangan bahwa moral harus berdasarkan
petunjuk rasio. Dengan demikian hawa nafsu mesti diletakkan dibawah akal dan
kendali agama, agar ia tidak melanggar larangan-larangan Agama. Berkaitan
dengan jiwa, Al-Razi mengharuskan seorang dokter untuk mengetahui dan menguasai
kedokteran jiwa, (al-Thibb al-Ruhani) dan kedokteran tubuh (al-Thibb
al-Jasmani) secara bersamaan karena manusia membutuhkan hal itu secara
bersama-sama pula. Hal ini menunjukkan bahwa antara keduanya memiliki korelasi
yang segnifikan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Al-Razi juga mengutuk akan
cinta sebagai suatu keberlebihan dan ketundukan kepada hawa nafsu, cinta
menjadikan seseorang lupa akan dirinya dan tidak bisa berpikir secara rasional.
-Kenabian
Al-Razi menyanggah
anggapan bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi serta
wahyu yang diturunkan kepada manusia sebagai aturan serta pedoman dalam
menselaraskan keterbatasan akal. Akal menurut al-Razi adalah karunia Allah yang
terbesar untuk manusia, dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat yang
sebanyak-banyaknya bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, karena
itu manusia tidak boleh menyia-nyiakan akal serta mengekang ruang gerak akal,
akan tetapi memberi kebebasan sepenuhnya dalam segala hal. Dari pandangan tersebutlah
yang menjadikan al-Razi tidak percaya kepada wahyu dan adanya Nabi seperti yang
dijelaskan dalam kitabnya” Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwwah” (Kritik terhadap
agama-agama dan nabi). Al-Razi juga tidak hanya mengkritisi injil dan kitab
suci lainnya, bahkan ia juga mengkritisi al-Qur’an berikut kemu’jizatannya.
Al-Razi adalah termasuk seorang Rasionalis murni, ia hanya mempercayai terhadap kekuatan akal dan menjadikan akal diatas segala-galanya namun ia tetap bertuhan dan tidak percaya pada kekuatan wahyu dan adanya kenabian. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta yang buruk, untuk tahu pada tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Berikut alasan-alasan pokok penolakan Al-Rozi.
Al-Razi adalah termasuk seorang Rasionalis murni, ia hanya mempercayai terhadap kekuatan akal dan menjadikan akal diatas segala-galanya namun ia tetap bertuhan dan tidak percaya pada kekuatan wahyu dan adanya kenabian. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta yang buruk, untuk tahu pada tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Berikut alasan-alasan pokok penolakan Al-Rozi.
Bantahan Al-Rozi terhadap kenabian dengan alasan sebagi
berikut:
1. Bahwa akal sudah memadai untuk membedakan antara yang
baik dan yang buruk, yang benar dan yang jahat, yang berguna dan yang tak
berguna. Melalui akal manusia dapt mengetahui tuhan dan mengatur kehidupan kita
sebaik-baiknya.
2. Tidak ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk
membimbing semua orang, sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan yang sama,
perbedaanya bukan hanyalah karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan
dan pendidikan (eksperimen)
3. Para nabi saling bertentangan. Apabila berbicara atas
nama satu tuhan mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan?. Setelah
menolak kenabian, kemudian al-rozi mengritik agama secara umum. Ia menjelaskan
kontradiksi-kontradiksi kaum yahudi, kristen maupun majusi. Pengikatan manusia
terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan, kekuasaan ulama yang
mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama, upacara-upacara dan peribadatan
yang mempengaruhi yang sederhana serta dan naif.
Al-Rozi lebih suka terhadap buku-buku ilmiah daripada
kitab suci, sebab buku-buku ilmiah lebih berguna bagi kehidupan manusia
daripada kitab suci. Buku-buku kedokteran, astronomi, geometrid dan logika
lebih berguna dari pada injil dan al-Qur’an. Penulis-penulis buku ilmiah ini
telah menemukan kenyataan dan kebenaran melalui kecerdasan mereka sendiri tanpa
bantuan nabi
Ilmu pengetahuan menurut ar razi itu berasal dari tiga
sumber yaitu;
1. pemikiran yang di dasarkan pada logika,
2. tradisi dari para pendahulu kepada para pengganti yang didasarkan
pada bukti yang meyakinkan dan akurat seperti dalam sejarah,
3. naluri yang menuntun manusia tanpa memerdulikan banyak
pemikiran.
A. Mustofa dalam bukunya “filsafat Islam” menjelaskan
bahwa Sehubungan dengan adannya penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta
tidak mengakui adanya semua agama, maka dia dipandang dari segi teologi Islam
adalah belum muslim karena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen. Dan tidak
juga dikatakan seoran atheis karena ia masih tetap menyakini akan adanya Tuhan
yang maha kuasa dan pencipta dan ia lebih tepat disebut seorang “ Rasionalis
murni”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Al-Rozi adalah seorang filsuf yang di pandang sebagai
pemikir yang tegar dan liberal di dalam islam, dan mungkin disepanjang sejarah
pemikiran manusia. Ia adalah seorang rasionalis murni yang sangat mempercayai
dengan kekuatan akal, bebas dari segala prasangka, dan sangat berani dalam
mengemukakan gagasannya tanpa tedeng aling-aling.
Pokok
– pokok pemikiran Ar Razi antara lain adalah tentang metafisika, moral, dan
kenabian. Namun yang paling dikenal dari pemikiran Ar Razi adalah pokok pemikirannya tentang filsafat metafisika dan dikenal
dengan pemikiran lima yang kekal, yaitu :
1. Allah (
al-Bari ta’ala) Tuhan pencipta yang maha tinggi dan maha sempurna.
2. Roh
(An-Nafsul kuliyyah )
3. Materi (
Al-Hayulal Ula)
4. Ruang
(Al-Makanul Mutlaq)
5. Waktu
(Az-Zamanul Mutlaq)
Al-Razi memang mengakui akan adanya Tuhan namun tidak
mengakui adanya wahyu serta nabi yang diutusnya, dan sebaliknya dia mempercayai
kemajuan dan pemikiran manusia dan menjadikan akal sebagai tolak ukuran untuk
menilai baik dan buruk, benar dan jahat, atau berguna dan tidak berguna.
DAFTAR PUSTAKA
1. HasyimSyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999
Mustofa,.H.Ahmad. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1997
Mustofa,.H.Ahmad. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1997
2. Miska
Muhammad Amien, Epistemologi Islam,
Pengantar Filsafat pengetahuan Islam,
Jakarta : UI Press, Cet ke 1, 1985
3. Nasution,
Harun. Falsafah dan Mistisme dalam islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993
4. Syarif,ed. Para Filusuf Islam. Bamdung: Mizan,
1996
No comments:
Post a Comment