BAB I
PENDAHULUAN
Diantara
masalah yang menjadi bahan perdebatan sengit dari sejak dahulu hingga sekarang
adalah masalah kebebasan atau kemerdekaan menyalurkan kehendak dan kemauan. Ada
dua kelompok atau golongan dalam teologi yang bertentangan dalam menafsirkan
tentang kebebasan. Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki
kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya
sendiri. Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki
kebebasan untuk melaksanakan perbuatannya, perbuatan mereka dibatasi dan
ditentukan oleh Tuhan.
Selanjutnya kebebasan sebagaimana disebutkan diatas ditantang jika berhadapan dengan kewajiban moral. Sikap moral yang dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tidak mungkin ada tanggung jawab tanda ada kebebasan. Disinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab.[1]
Selanjutnya kebebasan sebagaimana disebutkan diatas ditantang jika berhadapan dengan kewajiban moral. Sikap moral yang dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tidak mungkin ada tanggung jawab tanda ada kebebasan. Disinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kebebasan
Secara bahasa kebebasan berasal dari kata bebas, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia bebas berarti lepas sama sekali, merdeka .
v Secara
istilah kebebasan yaitu:
a. Kebebasan
sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Charris Zubair adalah terjadi apabila
kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari
atau keterikatan kepada orang lain.
b. Kebebasan
meliputi segala macam kegiatan manusia, yaitu kegiatan yang disadari,
disengaja, dan dilakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan.
c. Kebebasan
dapat juga diartikan sebagai kemerdekaan seseorang tanpa ada kekangan dari
pihak manapun yang dapat menghalangi seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
d. Dalam
arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut
semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya sesuai
keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan
norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undangan yang berlaku.
v Dalam
Al-Qur’an surat Fushilat ayat 40 Allah berfirman:
“Perbuatlah
apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”[2]
v Dilihat
dari sifatnya kebebasan itu dapat dibagi menjadi tiga yaitu,
a. Pertama,
kebebasan jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakan dan mempergunakan
anggota badan yang kita miliki. Dan jika dijumpai adanya batas-batas jangkauan
yang dapat dilakukan oleh anggota badan kita, hal itu tidak mengurangi
kebebasan melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu. Manusia misalnya
berjenis kelamin dan berkumis, tetapi tidak dapat terbang, semua itu tidak
disebut melanggar kebebasan jasmaniah kita, karena kemampuan terbang berada
diluar kapasitas kodrati yang dimiliki manusia. Yang dapat dikatakan melanggar
kebebasan jasmaniah hanyalah paksaan, yaitu pembatasan oleh seseorang atau
lembaga masyarakat berdasarkan kekuatan jasmaniah yang ada padanya.
b. Kedua,
kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu.
Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk
berfikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat menghendaki apa
saja. Kebebasan kehendak berbeda dengan kebebasan jasmaniah. Kebebasan kehendak
tidak dapat dibatasi secara langsung dari luar. Orang tidak dapat dipaksakan
menghendaki sesuatu, sekalipun jasmaniahnya terkurung.
c. Ketiga,
kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman,
tekanan, dan lain desakan yang tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam
arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila
terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak.[3]
v Kebebasan Dalam Islam
Rumusan pasal 18
deklarasi tentang hak-hak asasi manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak
memiliki hak atas kebebasan berpikir, keinsafan batin dan beragama. Rumusan itu
sejalan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-qur’an. Namun
dengan pengecualian bahwa Islam tidak membolehkan seorang manusia dengan dalih
apa pun (dengan mempergunakan
kebebasannya) lalu mengganti agamanya dari Islam ke agama lain. Karena
perbuatan ini digolongkan sebagai riddah( murtad) dengan sanksi yang sangat
berat.[4]
Dalam ajaran Islam,
kebebasan yang diberikan kepada manusia adalah kebebasan yang dipimpin oleh
wahyu. Manusia bebas untuk berperilaku berlandaskan norma-norma seperti yang di
gariskan dalam Al-quran. Salah satu kebebasan yang dapat disebutkan disini
adalah kebebasan untuk menyatukan pendapat, namun harus dilandasi pikiran yang
sehat.
Kebebasan
menyatakan pendapat disalahartikan, yaitu dengan demonstrasi atau unjuk rasa.
Demonstrasi adalah salah satu cara untuk menyampaikan keinginan atau aspirasi
dengan sopan dan sesuai dengan cara-cara mengemukakan pendapat dalam Islam.
Demosntrasi merupakan suatu bentuk tekanan atau pengendalian sosial yang
efektif.
Untuk mendapatkan kebebasan, diperlukan
pengorbanan yang tidak sedikit. Misalnya saja:
- Untuk bisa lepas dan bebas dari penjajahan dan hidup merdeka, harus berkorban harta, tenaga, pikiran, bahkan nyawa untuk melawan penjajah:
- Untuk bisa memakai jilbab di sekolah umum, para siswa telah berjuang sampai ke pengadilan;
- Pada zaman orde baru untuk mengemukakan pendapat telah diatur dalam pasal 28 UUD 1945[5]
B.
Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab secara sempit yaitu, suatu usaha seseorang yang
diamanahkan harus dilakukan. Istilah dalam Islam tanggung jawab merupakan
amanah. Secara luas tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk
melakukan amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya,
untung rugi dan segala hal yang berhubungan dengan perbuatan tersebut secara
transparan menyebabkan orang percaya dan yakin, sehingga perbuatan tersebut
mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang lain.
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai konsekensi atas apa yang telah dilakukan walau apapun resikonya.[6]
Tanggung jawab dapat diartikan sebagai konsekensi atas apa yang telah dilakukan walau apapun resikonya.[6]
v Tanggung
jawab dapat terbagi menjadi beberapa ruang lingkup, diantaranya:
a.
Tanggung Jawab Agama.
Manusia diberi kebebasan bagi dirinya untuk berbuat dan
bertidak. Yaitu pilihan untuk tan tersebut ada yang baik dan buruk. Allah
berfirman:
“Dan kami
telah menunjukkan kepadanya dua jalan ( kebaikan dan keburukan)” (QS. Al-
Balad: 10).
Manusia lahir dengan dibekali oleh Allah SWT berbagai potensi yang dimilikinya,
potensi tersebut diberikan Allah agar manusia mampu menjadi khalifah (wakil)
Allah dimuka bumi. Potensi tersebut diberikan sebagai alat untuk mengurus alam
dan seisinya dan agar manusia senantiasa menyembah Allah. Potensi tersebut,
tidak diberikan dengan gratis dan tanpa pengawasan, melainkan agar dimintai
pertanggungjawabannya. Tentang bentuk pertanggungjawabannya perbuatan
manusia tersebut, tercantum pada firman Allah:
“ Kemudian
akan ditanya pada hari itu (kiamat) akan nikmat-nikmat (yang telah
dianugerahkan kepadanya).” (QS. At- Takatsur: 8)
b.
Tanggung Jawab Sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang
tidak bisa hidup sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat tentu ad suatu aturan
yang harus dipatuhi oleh semua anggotanya. Peraturan tersebut merupakan wujud
tanggung jawab perseorangan terhadap lingkungan sosialnya yang bertujuan untuk
ketertiban dan kemamukmaran serta menciptakan kedamaian dan kesejahteraan dalam
masyarakat tersebut.
c.
Tanggung Jawab Akhlak (sosial)
Fitrah manusia adalah cenderung kepada kebaikan, dan
tanggung jawab merupakan bagian dari fitrah manusia. Oleh karena itu, perbuatan
buruk merupakan sesuatu yang bertentangan dengan moralitas manusia.
d.
Tanggung Jawab Hati Nurani
Hati nurani diartikan sebagai kekuatan yang
memperingatkan manusia dan mencegahnya unutk berbuat buruk. Tanggung jawab
terhadap hati nurani berbentuk keinginan untuk selalu mengikuti kehendak hati
untuk melakukan kebaikan. Bila tindakan seseorang berlawanan dengan hati
nuraninya maka sudah pasti hidupnya dalam kegelisahan.[7]
e.
Tanggung Jawab Amal Perbuatan
Setiap perbuatan manusia betapapun kecilnya pasti ada
pertanggung jawabannya. Baik secara langsung ataupun tidak langsung.[8]
C.
Hubungan Antara Kebebasan dan Tanggung Jawab
Suatu
perbuatan baru dikatakan perbuatan yang akhlaki apabila perbuatan tersebut
dilakukan atas keasadaran sendiri dengan tulus ikhlas, bukan paksaan ataupun di
buat-buat.Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu adalah perbutan yang
dilakukan secara sengaja dan bebas. Inilah hubungan antara akhlak dengan
kebebasan.
Selanjutnya
perbuatan akhlak dilakukan atas kesadaran sendiri tanpa adanya paksaan.
Perbuatan yang demikian dapat dimintai pertanggungjawaban dari orang yang
melakukannya. Di sini letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak.Dengan
demikian masalah kebebasan dan tanggung jawab merupakan faktor penting dalam
menentukan suatu perbuatan dikatakan akhlak
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebebasan merupakan hak seseorang untuk berekspresi dan melakukan segala sesuatu
sesuai kehendaknya tanpa ada tekanan dari pihak lain namun tetap pada
batas-batas tertentu. Kebebasan menurut sifatnya dibedakan menjadi3 yaitu kebebasan
jasmaniah, kebebasan kehendak dan kebebasan moral.
Tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan amanah
secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan
segala hal yang berhubungan dengan hal tersebut secara transparan menyebabkan
orang percaya dan yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun
pujian dari orang lain.
Kebebasan dan tanggung jawab adalah merupakan faktor dominan yang
menetukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah
letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat
meninggalkan pembahasan mengenai kebebasan dan tanggung jawab[9]
DAFTAR PUSTAKA
[2]https://pamungkasashadi.wordpress.com/2014/12/03/kebebasan-tanggungjawab-dan-hati-nurani/diunduhpada16Februari2018pukul6.23
No comments:
Post a Comment